Selamat Hari Mama

Rasanya aku jarang banget posting tentang mama. Postingan baik di fb, ig, ataupun twitter lebih sering tentang papa. Hihihi, curang banget ya. So, berhubung hari ini adalah hari ibu, postingan kali ini aku dedikasikan buat mama tersayang. Bukan tulisan level "best seller" laiknya Tere Liye. Cuma tulisan ala-ala, yang dimuat di koran pun kagak :p


Tapi ini adalah...


dialog-dialog unik antara aku dan mama...

atau...

monolog gak jelas salah satu dari kami...


***

*KETIKA LIBURAN*
"Puput, hari ini kamu kan libur. Berarti seharian ini kamu nyapu, cuci piring, cuci baju, seterika, dan apa-apa yang di rumah gak beres, tolong dibersihkan."
"..."


*PAGI-PAGI KE BBW*
"Mau kemana pagi-pagi gini?"
"Ke BBW, Ma."
"Pulang nggak?"
"Pulang dooong."
"Oh yaudah, kirain mau nginep."


*SETELAH DARI TOKO BUKU (PART 1)*
"Beli novel lagi? Astaga, beli buku kuliah sana loooh..."
"Ma, buku kuliah aku nggak ada di toko buku."
"Ada, pasti kamunya aja yang nggak mau beli."
(dan setelah itu beli novel dan buku ttg kuliah dengan perbandingan 3:1)


*SETELAH DARI TOKO BUKU (PART 2)*
"Astagaaa beli buku lagi? Kamarmu udah penuh buku. Mau taruh dimana?"
"Kasur, Ma."


*BACA BUKU MULU*
"Buku kuliahnya nggak pernah dibaca yaaa, malah baca buku ginian."
"Seriously Ma, aku baca juga kok."


*DAN TERNYATA...*
"Loh, kamu juga baca bukunya Ernest Hemingway?"
"Iya, Ma, aku suka banget bukunya."
"Loh ini kan bacaannya Mama waktu kuliah!"
"..."
"Iya, Mama inget banget judulnya 'The Old Man and The Sea'."
"..."
"Tahu John Steinbeck?"
"Iya, tahu Ma. Kenapa?"
"Mama dulu juga baca bukunya John Steinbeck yang 'The Pearl'."
"..." 


*KETIKA MAMA MALES MASAK*
"Hari ini giliranmu masak. Libur kan hari ini?"
"Mama pengen pisang goreng kasih keju, coklat, gula palem. Kamu bikin ya nanti sore!"
"Bikinin makaroni scotel, dong Put."


*SUARA KELEWAT CEMPRENG*
"Puput yaaaaa suaranya astagaaaa..."
"Kan nurun Mama!"

:p


*MASALAH UKURAN TUBUH*
"Iya, Puput ini badannya paling kecil sendiri di antara yang lain. Mesti dikira anak terakhir. Padahal masih ada satu lagi" (ngomong ke relasi)
"Iya, kan nurun Mama"

:p


*MAMA NGIDAM*
"Puput, Mama pengen dimsum."
"Puput, Mama pengen sushi."
"Puput, Mama pengen ke Royal."


*DIMARAHIN PAPA*
(nangis di kamar)
"Udah jangan nangis, ya."


*DI PERANTAUAN - VIA TELEPON*
"Kamu kapan pulang? Mama kangen."
"Dua minggu lagi, Ma, pulang.
"Mama pengen ke sana. Tapi jauh banget ya."
(and then I cried silently)


*MAIN DI LUAR KOTA - VIA TELEPON*
"Hayo, mau kapan pulang? Main aja ya! Besok kan kamu ujian!"
"Mama, UAS-nya masih minggu depan."

:((


*BANGUNIN MAMA*
"Mama mau tidur. Kamu jangan tidur dulu ya. Bangunin Mama jam 12 ta jam 1. Jam setengah 2 ya gapapa. Mama mau sholat tahajud."
"Yhaaaa Mamaaa..."


*HAMPIR TIAP HARI AKU KEHUJANAN*
"Kok mesti kehujanan. Nggak ada jas hujan ta?"
"Nggak ada, Ma."
"Yauda, besok beli ya."
"Tapi aku nggak suka pake jas hujan."
(beberapa hari kemudian Mama belikan aku jas hujan warna merah. Warna kesukaan!!!
Dan sejak itu aku resmi menjadi jamaah jashujaniyah.)


*MAMA BELAJAR MAIN LAPTOP*
(teriak dari ruang TV) "Pupuuut siniiii, ini kok giniiiii..."
(keluar kamar) "Oh ini gini mah...bla bla bla..."
(balik kamar, belum ada 5 detik duduk)
"Pupuuuuut ke sini lagi deeeeeeh..."


*MAIN KE MALANG*
"Ma, aku berangkat dulu ya."
(keluar rumah, starter motor)
"Loh loh kamu nyetir sendiri?"
"Loh iya, Ma."
"La ilaa ha illallaaah. Sama Papa sana!"
"Nggak mau, Ma."
"Tapi nanti kamu capek di jalan."
"Tapi sama Papa dah diijinin bawa motor."
(Mama khawatir, tapi finally ikhlas)


*KALI PERTAMA AKU PULANG TIDAK LARUT SEMASA KULIAH*
"Ngapain pulang jam segini? Ini masih sore!"



***


I know you are strong woman.
No one could be like you
Even dad.

I love you no matter what.
Thank you for everything in everysecond.


:)





#30HariMenulisCerita - Final Story



Hari lebaran telah tiba yang menandakan proyek #30HariMenulisCerita telah usai. Ide awal berasal dari teman-teman Klub Buku Indonesia yang ingin berlatih menulis selama bulan puasa. Bentuk tulisan terserah kita, tema pun bebas, asalkan dalam bentuk cerita. Proyek ini tidak menginginkan menang atau kalah. Proyek #30HariMenulisCerita hanya merupakan ajang untuk berlatih menulis. Jadi selama 30 hari berpuasa kita juga menulis sebanyak 30 cerita.

Jadi apa aku sudah membuat 30 cerita?

ngggg~~

nggaaak :|

Jujur saja, aku ini penulis amatir. Ini proyek menulis pertamaku. Sebenarnya ide itu selalu ada, tapi entah ketika jari-jari berhadapan dengan kibor kok malah buntu. Jadi aku hanya sanggup menulis 16 cerita, termasuk tulisan ini (kalau kalian setuju disebut cerita).

Kalian mau baca #30HariMenulisCerita-ku? Here we go...



Kalian juga bisa membaca punya teman-teman di blog ini:


Terima kasih untuk teman-teman yang sudah berkontribusi. Semoga ada ajang seperti ini lagi agar kemampuan menulis semakin membaik.

Saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Taqabballahu minna waminkum, taqabbal yaa kariim. Mohon maaf kalau ada salah kata maupun perbuatan.


-finalstory-


#Harike-16 #30HariMenulisCerita

#30HariMenulisCerita - Perjalanan Mudik yang Berbeda

Dulu, sebelum ada Jembatan Suramadu, kapal feri adalah satu-satunya transportasi ke Pulau Madura. Pulau Madura, tepatnya di Kamal Bangkalan adalah rumah eyang, ibu dari mamaku. Sebenarnya eyang asli orang surabaya. Dulu tinggal di daerah Kalimas, tetapi akhirnya pindah ke Madura.

Saat mudik lebaran, kalau masih bisa dikatakan mudik mengingat terlalu sering ke sana dan jaraknya dekat, kami sekeluarga konvoi motor ke Madura. Sekeluarga ada enam orang, sehingga mengendarai tiga sepeda motor. Ngomong-ngomong kami tidak memiliki mobil. Pelabuhan Tanjung Perak saat edisi mudik benar-benar ramai minta ampun. Antrian sepeda motor, mobil, dan bis mengular panjang, baik sebelum, tepat, atau sesudah hari H lebaran.

Meskipun kapal feri sudah ditambahkan untuk edisi mudik, tetap saja belum menyanggupi banyaknya penumpang. Sistem buka tutup diterapkan oleh polisi setempat dan kru ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan). Panasnya matahari tidak membuat kami lelah menunggu. Penjajah makanan, minuman, dan mainan turut menjadi tontonan kami selama menunggu. Menunggu itu sebenarnya tidak enak, bayangkan saja ketika portal dibuka motor saling berebut agar bisa masuk kapal. Kami sempat apes, pas motor kami di depan portal, eh malah ditutup sama pak polisinya. Oke, menunggu lagi. Lamanya menunggu sekitar dua jam lho. Kalau dihitung-hitung perjalanan dari rumah ke Tanjung Perak sekitar satu jam, mengantri dua jam, menyeberang setengah jam. Habis sudah tiga setengah jam di perjalanan.

Teriknya Madura itu ampun-ampunan lho, apalagi rumah eyang yang dekat Selat Madura. Kipas angin tidak mempan, AC tidak punya. Duduk diam saja sudah mengeluarkan keringat banyak. Percayalah. Jadi sesuatu sekali hari lebaran kami.

Setelah Jembatan Suramadu resmi dibuka, tepatnya di tahun 2009, perjalanan mudik tidak seperti dulu lagi. Orang-orang lebih menyukai menyeberang melalui Suramadu, terutama yang mudik tujuan Kabupaten Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan pulau-pulau kecil sekitar Madura. Jembatan terpanjang di Indonesia ini memang memiliki keuntungan lebih dibanding naik kapal feri. Di awal tahun 2009, tarif sepeda motor hanya tiga ribu rupiah, mobil/bis/angkutan umum (golongan I) tiga puluh ribu rupiah saja. Tidak perlu mengantri. Enak kan. Perjalanan selama di jembatan kira-kira 15 20 menit, tidak jauh beda dengan kapal feri.

Di sisi lain, Pelabuhan Tanjung Perak edisi mudik sangat sepi. Kami lebih menyukai kapal feri dengan alasan rumah eyang hanya sepuluh menit dari pelabuhan, dan kami bisa beristirahat di kapal. Dari efisiensi waktu sebenarnya sama saja. Karena sudah tidak ada antrian, kami langsung masuk ke kapal. Perjalanan di kapal memakan waktu 30 menit dan dari Pelabuhan Ujung-Kamal ke rumah eyang hanya 10 menit. Sementara setelah lewat Suramadu, kami harus menempuh perjalanan dari Bangkalan ke rumah Eyang sekitar 20-30 menit. Sayangnya, tiket kapal feri lebih mahal, 9500 rupiah untuk sepeda motor boncengan.

Perbedaan nyata lainnya adalah kios-kios di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak maupun Pelabuhan Ujung tidak sebanyak dulu. Lebih banyak yang tutup, karena sedikitnya orang-orang yang memilih naik kapal feri. Sementara kios-kios ramai di kedua ujung Jembatan Suramadu. Pembangunan infrastruktur selalu ada positif negatifnya. Apalagi bulan Juni lalu, Pak Jokowi menggratiskan tarif Jembatan Suramadu untuk roda dua.

Itulah kisah mudik kami (kalau bisa dianggap mudik).


Bagaimana cerita mudikmu?


-end-



ps: aku tidak mendapati foto mudik, aku kasih bonus foto ini saja ya.

Matahari terbenam di Selamat Madura
Di tengah-tengah Selat Madura

Di lautan kita jaya
Jembatan Suramadu

#Harike-15  #30HariMenulisCerita






#30HariMenulisCerita - Kilas Balik Sidang Skripsi



Tepat setahun yang lalu, aku menghadapi sidang skripsi untuk menyelesaikan masa studiku di Ilmu dan Teknologi Lingkungan. Lima belas Juli 2014 aku berada di ruang sidang 201. Persiapanku ala kadarnya. Aku tidak merendah, lho. Berlatih presentasi dengan dosen pembimbing hanya sekali. Aku sok sibuk waktu itu :p

Rok hitam, kemeja putih, dan jilbab hitam. Lengkap. Pukul sembilan pagi, aku telah standby di kampus sembari baca santai dan menunggu teman-teman yang membawa konsumsi untuk penguji. Oh, ya, sidang skripsiku ini waktu bulan puasa. Mudah-mudahan barokah. Beberapa menit kemudian teman-teman datang untuk support aku sukses sidang.

"Ang, jas almamatermu mana?" Tanya Mega.

"...."

"Ang gak bawa, ya?"

"Lupaaaa wooooooyy..."

Beruntungnya ada temanku, Romdon, yang selalu menyimpan jas almamater di loker lab. Subhanallaaah, iya kan ada-ada saja aku ini.

Menjelang dzuhur, dosen pembimbingku berpapasan saat beliau selesai memberi kuliah. Aku kikuk, takut nanti gak dibelain saat dibantai penguji lain. Sebut saja namanya Bu Nora. Ketika berpapasan terjadilah dialog singkat.

 "Lho, Ang, tumben pakaiannya rapi!" senyam-senyum coba bikin down aku.

"Kan nanti saya sidang, Bu..."

"Oh, jadi sidang?" 

Skakmat. Teman-teman pada tertawa. Iseng benar dosen satu ini. Bu Nora memang tipikal dosen gaul yang hobi isengin mahasiswanya, termasuk aku. Katanya di antara mahasiswa bimbingannya yang paling susah diatur itu aku. Hahahahahaaaa.

Usai sholat dzuhur, aku dan teman-teman bergegas ke ruang sidang. Tentu saja sidangnya tertutup. Teman-teman menunggu di luar. Ada empat penguji, dua diantaranya adalah dosen pembimbing. Skripsiku tentang penelitian pengolahan air limbah dengan judul, "Pengaruh Organic Loading Rate (OLR) terhadap Efisiensi Penyisihan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solids (TSS) pada Anaerobic Filter". Kalian cukup tahu judulnya saja, ya. Kalian tidak tega kan suruh aku menceritakan singkat skripsiku seperti apa. Presentasi skripsi berlangsung selama lima belas menit dan dilanjutkan tanya jawab oleh penguji selama satu jam. Yap, tiap dosen mendapat jatah bertanya 25 menit.

Dua puluh lima menit termasuk waktu yang singkat atau tidak? Entahlah, selama tanya jawab aku tidak memikirkan waktu. Yang jelas selama satu jam aku dibantai pertanyaan-pertanyaan--yang--tentu--aku--kesulitan--menjawab. Ya maklum otak pas-pasan begini. Malu ah kalau aku harus cerita seperti apa aku dibantai. Aib, sungguh /.\

Usai sidang, aku diminta menunggu di luar ruangan untuk memberi kesempatan mereka berdiskusi apa aku layak lulus atau tidak. Membuka pintu ruang sidang itu anugerah banget, seolah-olah aku kekurangan oksigen di dalam. Alay? Bodo amat. Sepuluh kemudian aku masuk ruangan kembali. Alhamdulillah aku lulus. Malam harinya aku merevisi skripsiku, untung tidak banyak revisi. Esoknya aku ke kampus lagi menyerahkan skrispi. Bu Nora melongo melihat aku datang menyerahkan revisian.

"Beneran sudah selesai?"

"Sudah, bu," meringis.

"Sudah diperiksa penguji 4?"

"Sudah."

"Penguji 3?"

"Sudah," ketawa dalam hati.

Bu Nora akhirnya menerima revisiku. Alhamdulillaaah, lancaar. Setelah revisiku di-acc oleh semua penguji. Aku mencetak hard cover skripsiku dan mengurus syarat-syarat yudisium. Halo, engineer!


-end-


#Hari ke-14  #30HariMenulisCerita










#30HariMenulisCerita - Secangkir Espresso



"Dibalik kesibukan seseorang, ada sesuatu yang ingin dilupakan."


Begitulah yang kulihat dari gadis berambut coklat itu. Setiap malam selama hari kerja, sekitar pukul delapan, dia selalu datang ke Kedai Kopi memesan secangkir espresso dan air putih kemudian duduk di tempat yang dekat colokan. Tempat ini memang jadi andalan dia mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Aku menduga dia seorang wanita kantoran jika dilihat dari rok span dan blouse yang membalut indah tubuhnya.

Aku barista di kedai ini. Wajar saja jika aku mengenal wajah pelanggan yang sering nongol di kedai. Meskipun dia sering ke mari, dia tidak pernah basa-basi dengan kami, para barista. Dia hanya butuh kopi dan tempat yang nyaman. Sekitar pukul sebelas malam dia bergegas pulang. Kami mengucapkan "terima kasih" yang hanya disambut senyum kecil yang menurutku sedikit dipaksakan.

Beberapa minggu kemudian, aku tahu wanita itu bernama Hera. Ternyata Ferdi, tetanggaku, adalah teman sekantornya. Ia bekerja sebagai editor buku fiksi di penerbit Ideabooks. Wajar saja jika dia ke sini selalu membuka laptop. Mengedit naskah cerita memang tidak mudah. Hal lain yang kuketahui dari Ferdi adalah Hera seoarang workaholic. Jam pulang kantor tepat pukul lima sore, tapi Hera tidak pernah pulang tepat waktu. Gadis berambut pirang ini selalu pulang terlambat. Berarti setelah dari kantor dia langsung ke mari, pikirku.

Asli aku dibuat penasaran dengan Hera. Mengapa dia selalu ke mari setelah pulang kantor? Mengapa tidak langsung pulang ke rumah? Kalau aku jadi dia bisa tekor, sih, mengingat secangkir espresso di sini tidaklah murah.

"Dia kok nggak pernah dateng ke kafe sama seseorang sih? tanyaku ke Ferdi saat kami asyik jogging.

"Semenjak kejadian itu dia memang berbeda."

"Apaan?"

"Semua yang bekerja di Ideabooks tahu, setahun yang lalu, Hera sempat mengalami kecelakaan. Kecelakaan tunggal di tol Cipularang saat perjalanan dari  rumah orang tuanya di Bandung menuju Jakarta. Naasnya hanya Hera yang selamat itu pun dia harus dilarikan ke rumah sakit sesegera mungkin. Orang tuanya meninggal di tempat dan..." Ferdi menelan ludah sejenak, "tunangannya juga meninggal. Hera berhasil diselamatkan itu pun dia harus menjalani operasi dan perawatan selama tiga bulan."

"Bagaimana dengan pekerjaannya saat itu?" Aku bertanya penasaran.

"Hera adalah editor terbaik yang kami punya. Beberapa kali dia menjadi translator untuk novel terjemahan. Waktu itu dia memegang dua buku untuk diedit dan dua buku untuk diterjemah. Sempat terbengkalai, dan tim menginginkan diganti orang lain untuk sementara. Sayangnya si bos tidak mau. karena semuanya sudah diproses oleh Hera. Kalau sampai sisanya diganti orang lain, akan beda rasa. Beda hasil. Hebatnya si bos mau menunda proyek ini, dan menanggung risiko dari mundurnya deadline. Setelah keluar dari rumah sakit, sebenarnya Hera dapat cuti untuk recovery, tapi dia tidak mau. Dia bersihkeras tetap masuk."

***

"Espresso satu."

Kali ini giliranku yang menjadi barista. Hera datang lagi tetapi uniknya dia tidak membawa seperangkat alat kerja dan kawan-kawannya. Setelah mendapat espresso, Hera berjalan ke luar kafe. Dia berdiri memandang langit hitam sembari dia menyesap pelan-pelan espressonya. Aku tak bisa melihat ekspresinya karena ia memunggungi kafe. Aku lepas celemekku dan keluar menemuinya.

"Mengapa tidak di dalam saja? Biasanya kan seperti itu," kataku sok akrab.

Hera menoleh kaget. Aku bisa melihat kegugupannya yang ia tutupi dengan menyesap espresso. "Aku butuh angin segar," jawabnya.

"Hei, aku Gilang, namamu siapa?" Basa-basi tidak apa-apa, kan.

"Hera."

"Single bersih atau single kotor?"

Astaga mulut aku ini kenapa sih. Bisa-bisa dikira playboy kesepian. Kuperhatikan alisnya terangkat, dan akhirnya dia pun bertanya.

"Maksudnya?"

"Nggggg..." aku bingung menjelaskan, "Single bersih itu si doi lagi sendiri dan belum ada siapapun yang mengisi hatinya. Kalau single kotor, ya sebaliknya, Neng," jawabku nyengir.

Dia tampak ragu menjawab. Oke, dia tidak jawab tidak apa-apa kok. Namanya juga pertanyaan ngawur. "Single kotor," jawabnya.

"Single kotor gak baik untuk hati dan pikiran, Neng. Aa' bersihkan boleh?"

Dia tersenyum. Untuk kali pertama aku lihat dia tersenyum. Sepertinya ini permulaan yang baik. Tanpa berpikir lama-lama, ia mengangguk.

"Nah, gitu. Sesekali menikmati udara kota Jakarta nggak buruk-buruk amat, kok. "Hera mau espresso lagi? Malam ini beli satu gratis satu!"

***

The best thing about waking up is knowing you have another cup of coffee to enjoy"

Filosofi kopi barusan benar-benar Hera banget. Melupakan seseorang bukan dengan cara sibuk sampai mati. Masih banyak hal indah di dunia ini yang patut kaunikmati, kausyukuri. Kehilangan seseorang dalam sekejap adalah sesuatu yang tidak akan pernah diduga kita sebagai manusia biasa, tapi percayalah hal itu keputusan terbaik Tuhanmu. Tidak ada salahnya harus ikhlas agar bisa menikmati secangkir kebahagian baru.



-end-


#harike-13 #30HariMenulisCerita